1. Pengertian
Drama dan Teater
Dalam
pengertian luas drama merupakan kualitas komunikasi ,situasi,aksi dan emosi di
atas pentas sehingga mampu menimbulkan perhatian, kehebatan dan ketegangan bagi
para penonton. Berdasarkan penafsiran para ahli lainnya, drama juga memiliki
beberapa pengertian. Moulton misalnya, mendefenisikan drama sebagai hidup yang
di lukiskan dengan gerak.
Sama halnya dengan drama ,teater
juga berasal dari kata bahasa yunani, theatron yang berarti tempat. Ada juga yang menyatakan
teater sebagai panggung. Akan tetapi, jika disandarkan secara etimologi, teater
adalah gedung pertunjukan. Dalam arti luas, teater merupakan kisah kehidupan
manusia dan kemanusiaanya yang di pertunjukan di depan orang banyak, misalnya :
wayang orang, ludruk, lenong, reog dan dulmuluk, sedangkan dalam arti sempit, teater
merupakan kisah kehidupan manusia dan kemanusianya yang di tuangkan dalam
bentuk pementasan untuk di saksikan orang banyak melalui media gerak, percakapan,
dan laku dengan atau tanpa dekorasi serta di dasarkan pada naskah tertulis yang
di iringi atau tanpa musik.
Sehubungan dengan itu, drama dan
teater memiliki bentuk dan makna yang sama, tetapi berbeda acuanya. Kecenderungan
drama memiliki pengertian pada seni sastra, dimana drama setaraf dengan genre
lainnya, yaitu puisi dan prosa/esai.Mengingat drama juga berarti suatu kejadian
atau peristiwa tentang kehidupan manusia
dan kemanusiaan yang di tampilkan pada
suatu pentas sebagai bentuk pertunjukan, maka drama menjadi sebuah peristiwa teater. Dengan kata lain, teater
dapat tercipta karena ada drama.
2.
Karakteristik
Drama dan Teater
Sebagai mana sebuah karya, drama
mempunyai karakteristik khusus, yaitu berdimensi sastra pada satu sisi yang
lain. Sebagaimana yang telah disinggung pada bagian pengertian drama, meskipun
kedua dimensi ini terlihat sebagai suatu yang berbeda – karana memang berbeda-
namun kedua dimensi itu pada akhirnya merupakan suatu totalitas yang saling
berkaitan dimensi yang satu mendukung dimensi yang lainnya demikian sebaliknya.
Sebagai salah satu genre, drama dibangun
dan dibentuk oleh unsur-unsur sebagaimana terlihat dalam genre sastra lainnya,
terutama fiksi. Secara umum sebagaiman fiksi mempunyai unsur yang intrinksik
dan unsur yang mempengaruhi penciptaan karya yang tentunya berasal dari luar
karya (ekstrinsik). Dengan demikian, kapasitas drama sebagai karya sastra
haruslah dipahami bahwa drama tidak hadir begitu saja. Sebagai karya kreatif
kemunculannya disebabkan oleh banyak hal. Kreatifitasan pengarang dan unsur
realitas objektif (kenyataan semesta) sebagai unsur intrinsik mempengaruhi
penciptaan drama sedangkan dari dalam karya itu sendiri cerita dibentuk oleh
unsur penokohan, alur, latar, konflik-konflik, tema dan amanat. Serta aspek gaya bahasa. Menurut
Damono (1983:114) ada tiga unsur yang merupakan satu kesatuan menyebabkan drama
dapat dipertunjukkan yaitu: unsur naskah,
unsur penokohan, dan unsur penonton.
Untuk membicarakan drama harus dipahami
terlebih dahulu dari sisi apa ia ingin dibicarakan. Dari dimensi sastranya,
seni pertunjukannya, atau keduanya sebagai suatu kepaduan karya drama. Untuk
kepentingan analisis, masing-masing dimensi di dalam drama, apakah itu sebagai
dimensi sastra atau sebagai dimensi seni pertunjukan dapat dibicarakan secara
terpisah. Satu hal yang harus disadari bahwa keberhasilan drama pada suatu
dimensi belum menjamin pada dimensi lain drama itu akan berhasil juga.
Hakikat drama sebagai karya dua dimensi
tersebut akan menyebabkan sewktu drama ditulis pengarangnya, pengarang drama
tersebut sudah harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan pementasan, sedangkan
sewaktu pementasan sutrdara tidak mungkin menghindar begitu saja dari
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam naskah. Pada saat inilah dapat
dirasakan bahwa sebenarnya dimensi sastra dan seni pertunjukan pada karya dram
merupakan suatu yang padu dan totalitas. Ketotalitasan dua dimensi di dalam
drama tersebut itidak harus disalah artikan. Tidak benar menyebutkan
pertunjukan drama di panggung pertunjukan sebagai suatu karya sastra atau genre
sastra. Demikian pula sebaliknya, ketika berhadapan dengan drama sebagai teks,
tidak benar jika menganggapnya sebagai seni pertunjukan. Tidak benar juga
seandainya teks tersebut dianalisis berdasarkan unsur-unsur seni pertunjukan.
Lain halnya jika yang dibahas kemungkinan pementasan dari teks tersebut. Dari
hasil perbandingan genre sastra drama dengan genre sastra fiksi dan puisi
didapatkan kekhususan karakteristik drama sebagai diperinci dalam uraian
berikut.
1. Drama,
karena karakteristiknya pengembangan unsur –unsur yang membangunnya dari segi
genre sastra terasa lebih lugas, lebih tajam, dan lebih detil, terutama unsur
penokohan dan perwatakan.
2. Pengarang
tidak secara leluasa mengembangkan kemampuan imajinasinya dalam drama. Artinya
jika pengarang ingin melukiskan suatu kehidupan di alam tertentu yang secara
konvensional belum dapat diterima logika umum amatlah sulit. Pengarang juga
tidak mungkin mengembangkan sesuatu yang abstrak misalnya isi pikiran
seseorang, perasaan hati seseorang.
3. Dalam
dimensi sebagai seni pertunjukan, drama dapat memberi pengaruh emosional yang
lebih besar dan terarah kepada penikmat jika dibandingkan dengan genre sastra
lannya. Dengan menyaksikan secara langsung peristiwa di atas pentas, unsur
emosional penikmat lebih mudah di gugah atau tergugah.
4. Keterkaitan
dimensi sastra dengan dimensi seni pertunjukan mengharuskan para actor dan
pemain menghidupkan tokoh yang di gambarkan pengarangnya lewat apa-apa yang
diucapkan tokoh-tokoh tersebut bentuk dialog-dialog.
5. Unsur
panggung membatasi pengarang menuangkan
imajinasinya. Namun demikian, panggung juga dapat memberi kesempatan sepenuhnya
kepada pengarang untuk dapat mempergunakannya agar menarik dan memusatkan
perhatian penikmat dan penonton pada suatu situasi tertentu, yaitu situasi panggung.
6. Bentuk
yang khusus dari drama adalah keseluruhan peristiwa disampaikan melalui dialog.
7. Konflik
kemanusian menjadi syarat mutlak. Tanpa konflik peristiwa tidak akan bergerak
satuan-satuan peristiwa dapat berjalan dan menciptakan alur atau plot dalam
bentuk dialog jika satuan-satuan peristiwa itu dikontroversikan melalui
konflik-konflik.
8. Drama
tidaklah diangap sebagai suatu genre sastra murni sebagaimana genre fiksi dan
genre puisi.
9. Dimensi
seni pertunjukan pada derama, disamping memiliki nilai keunggulan memiliki pula
segi kelemahan. Keunggulan adanya dimensi seni pertunjukan pada derama adalah
peristiwa dapat disaksikan langsung secara konkret, sedangkan kelemahannya dibanding
dengan fiksi dan puisi pertunjukan derama tidak dapat dinikmati untuk yang
kedua kalinya dengan suasana dan situasi emosi yang sama.
10. Sutradara, aktor, dan pendukung pementasan
harus secara arif menafsirkan dan berusaha setuntas mungkin untuk memvisualisasikan
tuntutan teks derama.
3. Dialog Sebagai Sarana Primer Drama dan Teater
Di dalam
sebuah drama, dialog merupakan sarana primer. Maksudnya, dialog di dalam drama merupakan situasi bahasa utama.
Luxemburg, dan kawan-kawan (1984: 160) menyebutkan bahwa doalog-dialog di dalam
drama merupakan bagian terpenting dalam sebuah drama, dan sampai taraf tertentu
ini juga berlaku bagian-bagian monolog-monolog. Memang kalau disaksikan pada
pokoknya sebuah drama dalamah rangkaian dilaog- teks- teks para aktor – dan
tidak ada seorang juru cerita yang langsung menyapa penikmat atau penonoton.
Drama-drama
yang masih berlandaskan pada konvensi, unit-unit dialog diucapkan oleh
masing-masing tokoh secara bergiliran, bergantian dan tertib. Dialog-dialog
terikat pada para tokoh atau pelaku akan terjadi silih berganti. Tokoh atau
pelaku yang satu dengan sabar akan menanti giliran berbicara. Ia berbicara
karena memang harus bicara bukan karena ingin berbicara saja. Contoh untuk
dialog –dialog semacam ini misalnya pada drama Bunga Rumah Makan (Utuy Tatang
Sontani). Drama tersebut memang relatif ditulis telah cukup lama. Dialog-dialog
pada jenis drama yang mengikuti atau mematuhi konvensi ini, disamping merupakan
dialog yang “tertib”, juga logika dialog dapat dengan mudah dicerna. Di pihak
lain ada drama yang dapat disebutkan sebagai kurang mematuhi konvensi. Pada
jenis drma ayang ditulis dengan tidak mematuhi konvensi. Pada jenis drama yang
ditulis dengan tidak mematuhi konvensi yang umum, di dalamnya tidaklah
ditemukan situasi dialog yang bergiliran, bergantian, dan tertib. Pada
drama-drama yang tidak mematuhi konvensi ini, dioalog menjadi “tidak tertib”.
Artinya tokoh atau aktor dapat berbicara dengan bahan yang tidak sama. Untuk
menemukan dialog jenis ini dapat dilihat dialog-dialog pada drama-drama Putu
Wijaya seperti Aduh.
Drama-drma
ayang ditulis dengan “tidak mematuhi” konvensi penulisan drama yang umum,
biasanya kurang mementingkan aspek cerita tetapi lebih mengutamakan suasana
yang dapat dimunculkan untuk mempengaruhi penikmat atau penonton. Drma ajenis
ini – karena dialognya- lebih mengutamakan bagaimana memberikan kesan bahwa
faktor suasana, ide, dan konsep di atas pentaslah yang menjadi tumpuan utama.
Unsur cerita bukan tidak penting sama sekali, namun seperti dapat “diabaikan”.
Jika pada akhirnya penonton mendapatkan “sesuatu”, katakanlah terhibur dari
drama semacam ini, dapat dikatakan bahwa tentulah itu karena dari penikmat atau
penonton.
Bagaimanapun
bentuk dialog yang dapat ditemukan di dalam karya drama – yang beragam coraknya
itu – yang harus dipahami adalah betapa penitngnya unsur dialog bagi sebuah
drama. Di dalam cerita paparan, naratif (fiksi), unsur cerita dan pembeberan
amat menonjol dan dimonan. Di dalam drama, dialoglah yang menempatkan
dirinya sebagai unsur utama.
Di
dalam cerita paparan atau teks-teks naratif ditemukan di dalamnya mengenai
suatu kejadian atau peristiwa. Di dalam drama tidak demikian halnya. Di dalam
drama yang ditemukan bukan mengenai peristiwa tetapi kejadian atau peristiwa
itu sendiri ( lebih konkretnya di atas pentas). Bagian penting di dalan
dialog-dialog tidak hanya terjadi pembicaraan mengenai suatu peristiwa,
dialog-dialog itu sendiri merupakan suatu peristiwa atau kejadian.
Keberhasilan
penonton menyaksikan peristiwa itu sendiri dan bukan mengenai peristiwa amat
tergantung kepada personil pementasa. Sutradara sebagai interpretator serta
pengarah pementasan ,pemain, sarana pendukung pentas lainnya serta kelengkapan
panggung dan asesoris merupakan hal-hal yang dimaksud. Namun begitu, hal yang
penting dari semua, tanpa mengenyampingkan faktor lainnya adalah
dialog-dialog yang diucapkan atau
diujarkan para pelaku. Kanya dialog-dialog yang diucapkan dengan baik, benar,
serta tepat ujarannya sajalah yang dapat mengarahkan penonton kepada situasi penyaksian
peristiwa atau kejadian.
Dialog-dialog
yang gagal, mingkin karena diujarkan dengan tergesa-gesa atau kurang baik
pelafalannya serta intonasinya, hanya akan membuat situasi penghadiran
peristiwa kepada penonton menjadi gagal. Untuk menghindari kegagalan semacam
ini, biasanya para pelaku- aktor dan aktris- harus dibekali dengan kemampuan
sesuai dengan tuntutan pementasan.
Sebagai
sarana primer di dalam drama, dialog dapat menentukan ingin seperti apa warna
secara keseluruhan drama tersebut. Dialog-dialog yang ditulis panjang-panjang
dengan mempergunakan ragam bahasa dan gaya tertentu akan berbeda dengan dialog
yang ditulis pendek-pendek dan ringkas. Jenis dialog yang demikian yang
diselaraskan dengan ragam dan gaya bahasa yang dipergunakan oleh para
pengarang juga akan mempengaruhi seperti
apa gerak laku yang mesti dilakukan oleh para pemain pentas. Tuntutannya memanglah
demikian, karena antara gerak laku dan ujaran serta isi dialog haruslah serasi.
Gerak laku mesti mendukung dialog “sewajarnya”, dan dialog mestilah menciptakan
gerak laku yang dapat didukungnya. Walaupun begitu, umumnya gerak lakulah yang
mesti disiapkan untuk mendukung dialog. Hal ini disebabkan meskipun unsur gerak
laku juga pneting, tetapi dialog meruapakan unsur yang lebih utama.
Dialog
yang mngesankan disamping karena rekayasa bahasanya, juga karena dialog- dialog
tersebut berhasil memberikan gambaran tentang watak dan dasar sifat manusia.
Kepiawaian pengarang dalam menentukan kata, melakukan diksi, pada dialog-dialog
para tokohnya sehingga dengan kerjanya tersebut tercerminlah siapa tokoh-tokoh
dan bagaimana katrakter manusia yang beraneka ragam lewat ujaran-ujaran mereka
amatlah mengasikkan.
Fungsi dialog
- Secara universal, dialog sebagai sarana primer di dalam drama berfungsi sebagai wadah bagi pengarang untuk menyampaikan informasi, menjelaskan fakta atau ide-ide utama
- Alur adalah rentetan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain dalam hubungan sebab akibat. Dialog memberikan tuntutan alur kepada penikmat dan penonton, melalui dialoglah penikmat atau penonton mengetahui apa dan bagaimana peristiwa bergulir.
- Dialog memberikankejelasan watak dan perasaan tokoh atau pelaku.
- Menciptakan serta melukiskan suasana merupakan fungsi lainnya dari dialog di dalam drama.
DAFTAR PUSTAKA
Hasanuddin Ws. 1996. DRAMA, Karya
Dalam Dua Dimensi. Bandung : Angkasa
Azhari, Muhammad. 2009. Manajemen
Teater : Perencanaan dan Pementasan Drama/Teater di Perguruan Tinggi dan
Sekolah Menengah. Palembang : Universitas Sriwijaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar